Gubernur Bali Wayan Koster Soroti Dampak Negatif Pariwisata: Prostitusi, Narkoba, dan WNA Nakal Meningkat
baliutama.web.id Gubernur Bali, Wayan Koster, menyoroti sisi gelap di balik gemerlap pariwisata Pulau Dewata. Menurutnya, meskipun sektor pariwisata memberi kontribusi besar terhadap devisa nasional, pemerintah pusat belum memberikan perhatian yang sebanding kepada Bali. Koster menilai bahwa dampak negatif dari industri pariwisata semakin terasa, baik dari segi sosial, budaya, maupun lingkungan.
Ia menyebutkan bahwa berbagai permasalahan muncul seiring pesatnya pertumbuhan wisata. Salah satunya adalah meningkatnya praktik prostitusi terselubung, peredaran narkoba, dan perilaku nakal sejumlah warga negara asing (WNA). Fenomena ini dianggap mengancam nilai-nilai budaya dan moral masyarakat Bali yang selama ini dikenal menjunjung tinggi kesucian serta keharmonisan hidup.
Ketimpangan Dana bagi Hasil dan Ketergantungan pada Pariwisata
Dalam pemaparannya, Gubernur Koster menegaskan bahwa Bali tidak mendapatkan porsi dana bagi hasil yang adil dari pemerintah pusat. Ia menjelaskan bahwa kebijakan dana bagi hasil selama ini hanya diberikan kepada daerah yang memiliki sumber daya alam seperti minyak, gas, batubara, atau hasil tambang lainnya. Sementara itu, devisa besar yang dihasilkan dari pariwisata di Bali tidak pernah diperhitungkan sebagai komponen utama pendapatan negara yang layak dibagikan kembali kepada daerah.
Padahal, sektor pariwisata merupakan tulang punggung ekonomi Bali. Setiap tahun, jutaan wisatawan datang dan menghabiskan uang di hotel, restoran, serta berbagai destinasi wisata. Namun, sebagian besar pendapatan tersebut langsung masuk ke kas pusat tanpa adanya skema bagi hasil yang jelas untuk daerah.
Koster menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan struktural yang sudah berlangsung lama. “Bali tidak punya tambang, tetapi kami punya pariwisata yang menghasilkan devisa besar untuk Indonesia. Sayangnya, tidak ada penghitungannya secara konkret,” ujarnya.
Menurutnya, ketergantungan ekonomi yang terlalu tinggi pada pariwisata juga membuat Bali rentan terhadap guncangan global. Pandemi beberapa waktu lalu menjadi bukti nyata bahwa perekonomian daerah bisa lumpuh total ketika sektor wisata berhenti beroperasi. Karena itu, ia menilai sudah saatnya pemerintah pusat memberi perhatian lebih besar terhadap pembangunan berkelanjutan di Bali.
Dampak Sosial dan Lingkungan dari Industri Pariwisata
Gubernur Koster mengungkapkan bahwa pesatnya pembangunan pariwisata di Bali turut membawa dampak sosial yang serius. Salah satu yang menjadi sorotannya adalah meningkatnya praktik prostitusi terselubung yang marak di beberapa kawasan wisata. Beberapa tempat spa dan pusat kebugaran diduga dijadikan kedok untuk praktik ilegal tersebut.
Ia menegaskan bahwa kondisi ini tidak hanya mencoreng citra Bali sebagai destinasi wisata budaya dan spiritual, tetapi juga merusak moral generasi muda. “Kita tidak boleh membiarkan pariwisata menggerus nilai-nilai kesucian dan keindahan budaya Bali,” tegasnya.
Selain prostitusi, Koster juga menyinggung soal penyalahgunaan narkoba yang kian mengkhawatirkan. Kasus peredaran narkoba tidak hanya melibatkan warga lokal, tetapi juga sejumlah WNA. Ia mengingatkan bahwa Bali sebagai ikon pariwisata dunia harus bersih dari kejahatan narkotika agar tetap menjadi destinasi yang aman dan sehat.
Fenomena WNA Nakal di Bali
Masalah lain yang menjadi perhatian Gubernur Koster adalah meningkatnya perilaku menyimpang sejumlah warga negara asing yang tinggal di Bali. Beberapa di antaranya melanggar izin tinggal, bekerja secara ilegal, atau bahkan melakukan tindakan kriminal. Fenomena “WNA nakal” ini sering kali viral di media sosial, mulai dari aksi ugal-ugalan di jalan raya hingga pelanggaran norma adat.
Koster menilai, perlu ada kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak imigrasi untuk menindak tegas pelanggaran tersebut. Ia juga meminta agar masyarakat ikut berperan aktif melaporkan kegiatan mencurigakan yang berpotensi merusak ketertiban umum.
Menurutnya, Bali terbuka bagi siapa pun yang ingin berwisata dengan tertib dan menghormati budaya setempat. Namun, jika ada wisatawan atau WNA yang melanggar aturan, tindakan tegas harus diambil untuk menjaga martabat daerah.
Upaya Pemerintah Bali Mengatasi Dampak Negatif Pariwisata
Sebagai langkah konkret, pemerintah provinsi telah melakukan berbagai upaya untuk menekan dampak negatif industri pariwisata. Salah satunya dengan memperkuat peraturan daerah terkait tata kelola pariwisata yang berkelanjutan. Pemprov juga menggandeng aparat keamanan, desa adat, serta komunitas lokal untuk memperkuat pengawasan di lapangan.
Koster mendorong agar konsep pariwisata berbasis budaya tetap menjadi landasan utama pembangunan Bali. Ia menekankan pentingnya mengembalikan orientasi pariwisata dari sekadar ekonomi menjadi sarana pelestarian nilai-nilai luhur. “Kita ingin wisatawan datang ke Bali bukan hanya untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk belajar menghormati alam, budaya, dan kehidupan masyarakat Bali,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga memperkuat pendidikan karakter bagi generasi muda agar tidak mudah terpengaruh dampak negatif globalisasi. Kolaborasi lintas sektor diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan spiritual yang menjadi ciri khas Pulau Dewata.
Harapan agar Pemerintah Pusat Lebih Adil
Di akhir penyampaiannya, Gubernur Koster menyampaikan harapan agar pemerintah pusat lebih memperhatikan kontribusi Bali terhadap perekonomian nasional. Ia menegaskan bahwa kesejahteraan masyarakat Bali tidak boleh diukur hanya dari banyaknya wisatawan, melainkan dari kemampuan daerah menjaga keharmonisan budaya dan lingkungan.
Ia berharap, ke depan akan ada kebijakan yang lebih berpihak pada daerah wisata seperti Bali, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun dukungan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan. Dengan dukungan yang tepat, Bali dapat terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya sebagai pulau yang damai, indah, dan berbudaya tinggi.

Cek Juga Artikel Dari Platform iklanjualbeli.info
