Bali Siap Hentikan Layanan Akomodasi Daring: Apa yang Melatarbelakanginya?
baliutama.web.id Pariwisata di Bali selama ini menjadi motor perekonomian daerah. Ribuan hotel, vila, resort, dan homestay mendukung arus wisatawan dari dalam dan luar negeri. Namun di balik itu, beberapa tahun terakhir muncul fenomena penyewaan daring — rumah tinggal, vila pribadi, apartemen, atau kamar kos lama yang disulap menjadi penginapan, diarendahkan lewat platform seperti Airbnb.
Menurut pengamatan pemerintah daerah, praktik tersebut telah memicu ketimpangan serius: hotel resmi tetap stagnan okupansinya, sementara akomodasi ilegal terus menjamur tanpa pengawasan, izin, maupun kontribusi pajak.
Gubernur provinsi pun angkat bicara. Keberadaan lebih dari dua ribu hotel dan vila ilegal menjadi sorotan utama. Bukan hanya soal persaingan usaha, tetapi soal keberlanjutan ekosistem pariwisata serta pengelolaan lahan dan lingkungan.
Alih Fungsi Lahan dan Dampaknya pada Pariwisata Lokal
Salah satu dampak nyata dari maraknya akomodasi daring adalah alih fungsi lahan. Sawah dan lahan pertanian berubah menjadi penginapan, villa, atau apartemen. Transformasi tersebut tidak hanya mengurangi ruang hijau dan pertanian, tetapi juga mengancam kedaulatan pangan lokal dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan meningkatnya rumah penginapan pribadi, permukiman warga bergeser — meningkatkan permintaan listrik, air, dan infrastruktur lain yang kadang tak disiapkan secara matang. Semua ini dapat membawa konsekuensi jangka panjang: krisis air, sampah membengkak, dan tekanan ekologis terhadap wilayah padat wisata.
Karena itu, pemerintah menilai sudah saatnya meninjau ulang keberadaan layanan akomodasi daring. Jika platform tersebut terus memberi ruang pada praktik tanpa izin dan tanpa kontribusi, pariwisata Bali bisa kehilangan daya saing yang sehat.
Ketidakadilan bagi Industri Legal
Hotel dan vila resmi harus melewati prosedur ketat: izin, pajak, pelayanan, hingga standar kebersihan dan keamanan. Biaya operasional tinggi, regulasi ketat, dan kontribusi pajak adalah bagian dari tanggung jawab mereka.
Sementara itu, pemilik vila atau rumah pribadi yang menyewakan melalui platform daring bisa beroperasi di bawah radar — tanpa pajak, tanpa kontrol kualitas, dan seringkali tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Karena biaya rendah, mereka bisa menawarkan harga jauh lebih murah kepada wisatawan, sehingga banyak pilihan bagi tamu untuk melewati akomodasi resmi.
Situasi ini menciptakan persaingan yang tidak sehat dan merugikan pelaku usaha yang jujur. Gubernur menegaskan, ketimpangan ini harus diperbaiki agar seluruh pelaku industri pariwisata diperlakukan adil.
Ancaman Larangan untuk Airbnb dan Akomodasi Daring
Sikap keras muncul: layanan akomodasi daring seperti Airbnb bisa dihentikan atau dibatasi. Pemerintah membidik rumah tinggal dan vila yang disewakan tanpa izin serta tidak menyumbang pajak. Bali ingin memastikan bahwa wisatawan mendapatkan layanan yang legal, aman, dan sesuai dengan regulasi—dan pemilik penginapan mematuhi kewajiban mereka.
Mulai dari pemutakhiran data penginapan, verifikasi izin, hingga pemantauan penyewaan daring akan dipercepat. Bila sebuah properti tidak sesuai regulasi, maka akan diganjar sanksi — mulai dari pemberhentian izin sampai penutupan operasional.
Gubernur juga mengajak seluruh pelaku pariwisata dan masyarakat untuk bersinergi menjaga ekosistem bersama. Ia menegaskan bahwa keputusan ini bukan hanya untuk melindungi hotel resmi, tetapi untuk memastikan Bali tetap menjadi destinasi wisata global dengan tata kelola yang baik.
Penekanan pada Pajak dan Kontribusi Daerah
Salah satu alasan utama dibalik wacana penghentian Airbnb adalah soal kontribusi terhadap daerah. Akomodasi ilegal sering melarikan diri dari kewajiban pajak, sementara hotel resmi wajib membayar pajak dan retribusi. Pajak ini penting bukan hanya untuk daerah, tapi juga untuk layanan publik, infrastruktur, dan pemeliharaan wilayah wisata.
Dengan menghentikan layanan ilegal, diharapkan arus pendapatan daerah kembali normal. Semakin besar kontribusi pajak dari pelaku usaha legal, semakin kuat kemampuan pemerintah dalam menjaga lingkungan, fasilitas publik, dan kenyamanan wisatawan di masa depan.
Dampak bagi Wisatawan, Pemilik, dan Industri Pariwisata
Apabila kebijakan ini dijalankan, wisatawan mungkin harus bersiap dengan perubahan:
- Harga akomodasi bisa naik karena layanan ilegal hilang dari pasaran
- Pilihan penginapan lebih terbatas terutama bagi mereka yang mencari harga murah
- Namun standar layanan dan keamanan akan meningkat karena hanya properti legal yang diperbolehkan
Bagi pemilik vila atau rumah yang selama ini menyewakan secara daring, mereka harus menyiapkan legalisasi: izin usaha, pajak, dan standar keselamatan. Bila tidak, risiko kehilangan sumber penghasilan besar.
Sedangkan bagi industri pariwisata secara umum, efeknya bisa positif: persaingan menjadi adil, kualitas layanan meningkat, kontribusi PAD meningkat, dan citra Bali sebagai destinasi wisata premium tetap terjaga.
Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan dan Adil
Kebijakan ini menegaskan harapan agar pariwisata Bali berkembang secara berkelanjutan. Dengan mengedepankan regulasi, kontribusi pajak, dan pelestarian lingkungan, Bali bisa menjaga daya tariknya tanpa mengorbankan alam maupun masyarakat lokal.
Perubahan besar ini memang menantang. Tapi bila semua pihak — pemerintahan, pelaku usaha, masyarakat, dan wisatawan — bisa bersinergi, maka Bali tidak hanya menjadi destinasi populer, tetapi pula contoh positif bagaimana pariwisata dikelola secara adil dan bertanggung jawab.
Kesimpulan: Saatnya Pariwisata Bali Berevolusi
Wacana menghentikan layanan akomodasi daring seperti Airbnb bukan sekadar reaksi terhadap maraknya vila ilegal. Ia adalah langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan, keadilan, dan kualitas pariwisata Bali.
Dengan regulasi ketat, penegakan hukum yang konsisten, dan dukungan publik, Bali berpeluang besar memperbaiki ekosistem wisata. Pelaku usaha yang jujur akan mendapat tempat, lingkungan tetap terjaga, dan wisatawan bisa menikmati Bali dengan rasa aman dan nyaman.
Kini, tanggung jawab tidak hanya di tangan pemerintah. Semua elemen harus ikut serta — agar Bali tetap lestari, tapi juga tetap indah dan layak dikunjungi oleh generasi mendatang.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabandar.com
